Bagai
disambar petir di siang bolong. Geger, gempar, menggelegar, dan apapun itulah
namanya. Sejiwa yang hanyalah anak baru gede, tak mengerti apa artinya sebuah
pengabdian. Sejiwa mengartikan pengabdian seorang yang lebih tua darinya yang
bekerja sebagai pencerdas bangsa hanya
sebagai tempat persinggahan untuk mengambil ilmu saja tanpa menelaah arti sebuah
ilmu. Sejiwa yang memang jiwanya sedang bergejolak panas membara, tak menerima
akan sikap orangtua itu yang dengan penuh pengabdiannya mengajarkan dirinya
untuk hidup lebih disiplin. Jiwa menganggap apa yang dilakukan orangtua itu tak
lebih hanya sebuah tindakan kesewenangan. Jiwa benar-benar dibutakan akan
kesalahan yang dibuat oleh pikirannya sendiri. Ia tidak memandang sebuah
kesalahan sebagai pelajaran. Baginya semua tindakan kesewanangan hanya dianggap
sebuah kesalahan yang tidak bisa ditolerin. Memang sebuah tindakan berani dari
anak yang sedang mencari jati diri. Ketidak terimaan jiwa membuat dirinya salah
jalan, tanpa pikir panjang jiwa mengambil tindakan yang membuat satu tempat
tinggalnya harus bertekuk lutut dihadapannya. Jiwa memperkarakan tindakan
orangtua tersebut ke orang yang mempunyai kuasa hukum tertinggi. Orangtua jiwa
tak terima atas tindakan orangtua yang melakukan tindak pendisiplinan terhadap
anaknya. Apa yang dikatakan jiwa tak sejalan dengan kenyataan yang ada.
Orangtua tersebut dengan legowonya menahan amarah dan cacian dari orangtua
jiwa. Tak dibalas dengan hinaan tapi dengan senyum yang mengembang dan sikap
kesatria orangtua tersebut, dia mencoba meluruskan apa yang terjadi. Sepertinya
benar apa yang dikatakan orang “like father like son”ternyata jiwa mempunyai
sosok yang tak jauh dari sang ayah. Ayah jiwa langsung saja menghardik dan
menghukum orangtua tersebut. Semakin melebar perkaranya, tapi tak menyurutkan
nyali orangtua yang sudah dizalami oleh jiwa. Hati dibesarkan, pikiran dibuka
lebar orangtua itu datang untuk meminta maaf atas tindakannya kepada jiwa
jikalau tindakannya itu salah.sungguh jiwa heroic,tak memandang siapa yang
benar dan siapa yang salah ia berjalan sendiri perlahan tapi pasti. Banyak
orang yang menyanjung jiwa heroic orangtua yang sudah dizalami itu, dan banyak
juga jiwa-jiwa yang lain yang memandang sinis kepada jiwa dan orantuanya.
Seperti ditampar oleh seorang raksasa, ayah jiwa menangis setalah mendengar
duduk perkara yang sebenarnya. Ternyata perilaku jiwa tak sejalan dengan
jiwanya yang bergejolak. Ayah jiwa menyadari bahwa dalam diri jiwa terdapat
aliran deras sifat dari sang ayah. Satu jiwa benar-benar membuat seribu pekara.
Namamu jiwa tapi seakan tak bernyawa, namamu jiwa tapi tak punya senyawa keberanian
untuk mengakui kesalahan, dan namamu jiwa tapi tak seperti pahlawan yang
berjiwa besar. Sungguh kau jiwa bergejolak membuat perkara. Dan orangtua yang
berjiwa besarlah yang pantas mendapat gelar jiwa sejati. Jiwa yang menjatuhkan
jiwanya sendiri, jiwa yang telah menghukum jiwa-jiwa lain, dan jiwa yang telah
membuat perkara terhadap jiwa-jiwa yang tak bersalah. Sungguh kau jiwa berjaya
hanya disaat kau tak berdaya. Belajarlah untuk menjadi jiwa yang
sesungguhnya..Allah menyukai jiwa yang tentram, damai, dan berjiwa besar.
Pikiran dahulu sebelum kau maju dengan jiwa amarahmu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar